Senin, 02 November 2009
Wapres Teken Pencalonan BI (Kali Pertama dalam Sejarah)
Kali Pertama dalam Sejarah, untuk Posisi Deputi Gubernur
JAKARTA - Di tengah ketegangan presiden dengan DPR dalam pencalonan gubernur Bank Indonesia, Wakil Presiden Jusuf Kalla membuat langkah mengejutkan. RI-2 itu meneken pencalonan deputi gubernur BI yang diajukan ke parlemen. Hal itu tak lazim karena pengajuan nama calon di pos tersebut adalah wewenang presiden.
Posisi deputi gubernur yang diajukan itu untuk menggantikan posisi Hartadi A. Sarwono yang berakhir Juni mendatang. Dalam surat Kalla, Hartadi sendiri kembali dicalonkan. Calon lain adalah Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) -wakil dari BI- Perry Warjiyo.
Surat pencalonan yang diteken Wapres itu kali pertama terjadi dalam hubungan antarlembaga kepresidenan dan DPR. Surat Kalla tersebut berpotensi menimbulkan ketegangan baru antara DPR dan Istana. Sebagian anggota DPR mempertanyakan wewenang wakil presiden. Sebab, berdasarkan UU yang berhak meneken adalah presiden.
Anggota Komisi XI Andi Rahmat mengaku sedang mempelajari pencalonan Hartadi dan Perry. Andi yang berasal dari FPKS itu menilai pencalonan tersebut menyalahi ketentuan tata hubungan antarlembaga negara. Dia melihat inilah kali pertama dalam sejarah, surat pencalonan deputi gubernur BI ditandatangani Wapres.
"Ini aneh sekali dan akan menjadi preseden tidak baik di masa mendatang. Wapres tidak bisa mengirim surat kepada DPR, kecuali mungkin terdapat Inpres atau Ampres," kata Andi.
Dia berharap pemerintah memperhatikan persoalan teknis, tapi berdampak fundamental dalam sistem kenegaraan. Dia mencontohkan akan terjadi kekacauan pemerintahan jika pencalonan seorang panglima TNI ditandatangani Wapres.
Menurut Andi, tidak ada satu pun ketentuan di dalam undang-undang yang membolehkan pengajuan calon deputi gubernur maupun gubernur oleh selain presiden. Kalaupun persiden berhalangan sementara atau berhalangan tetap, lanjut dia, tetap harus ada penetapan prosedur pelimpahan. "Namun, ini tidak ada," cetus Andi.
Saat surat dikirimkan dan diterima paripurna DPR, presiden memang sedang dalam rangkaian lawatan ke Iran, Afsel, Dubai, dan Senegal. Andi mengatakan, surat yang ditandatangani Wapres tersebut ditembuskan kepada presiden RI. "Jadi, ini yang janggal," katanya.
Wakil Ketua Komisi XI Endin J. Soefihara dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) membenarkan bahwa pencalonan deputi gubernur BI ditandatangani Wapres. "Menurut ketentuan UU No 3/2004 tentang BI pasal 41 ayat 2, deputi gubernur diusulkan presiden berdasarkan rekomendasi gubernur," kata Endin.
Sebelum SBY ke LN
Kabar yang beredar di Istana Wakil Presiden menyebutkan, pengajuan dua nama calon deputi gubernur BI diputuskan sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berangkat ke sejumlah negara pekan lalu. Namun, administrasinya baru selesai dilakukan ketika presiden tengah berada di luar negeri.
"Karena UU Bank Indonesia mensyaratkan presiden wajib mengajukan nama calon deputi gubernur maksimal tiga bulan sebelum masa jabatan pejabat lama habis, wakil presiden yang menandatangani surat pengajuan ke DPR," ujar sumber itu.
Alasan tersebut memang cukup wajar. Pasalnya, masa jabatan Deputi Gubernur BI Hartadi A. Sarwono berakhir pada Juni 2008. Sesuai ketentuan UU Bank Indonesia, pemerintah harus mengajukan nama ke DPR paling lambat tiga bulan sebelumnya, atau pada rapat Paripurna DPR Maret 2008.
"Secara kenegaraan juga tidak salah. Sebab, sebelum berangkat ke luar negeri, presiden sebagaimana lazimnya aturan protokoler kenegaraan, telah menandatangani penyerahan kekuasaan eksekutif kepada wakil presiden," terangnya.
Meski demikian, sumber internal tersebut membantah bahwa surat yang dikirimkan Kalla ke DPR merupakan surat keputusan wakil presiden. Pasalnya, surat keputusan wakil presiden tidak dikenal dalam hierarki aturan hukum di Indonesia.
Pada awal masa jabatannya, Kalla memang sempat mengeluarkan surat keputusan wakil presiden/ketua Bakornas Penanggulangan Bencana dan Pengungsi. Surat itu diterbitkan untuk mempercepat penyaluran bantuan kepada korban tsunami di Aceh. Namun, surat tersebut lantas ditarik kembali karena aturan kenegaraan menyatakan wakil presiden tidak berhak menerbitkan surat keputusan.
Pada 2006, pemerintah juga membuat blunder dalam hal surat-menyurat dengan DPR. Ketika itu Menkeu mengirim surat tentang perubahan RUU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) kepada DPR. Surat Menkeu ditolak DPR karena seorang menteri dianggap tidak layak mengubah surat (RUU) yang sebelumnya dikirim presiden. Setelah terjadi polemik berkepanjangan, presiden akhirnya menarik surat Menkeu tersebut.
Tutup Peluang Cagub BI?
Dengan pencalonan kembali sebagai deputi gubernur, peluang Hartadi menjadi gubernur BI tipis. Sebab, sulit bagi presiden mencalonkan satu nama di posisi berbeda dalam waktu hampir bersamaan. Surat pencalonan Hartadi dan Perry sudah dibacakan di Paripurna DPR Selasa (18/3) lalu.
"Hampir tidak mungkin Hartadi dicalonkan sebagai gubernur BI karena tidak bisa dicalonkan dalam dua jabatan sekaligus," komentar Andi Rahmat tentang posisi Hartadi.
Setelah DPR menolak pencalonan Agus Martowardojo dan Raden Pardede, Hartadi menguat menjadi kandidat gubernur BI. Nama lain adalah Muliaman D. Hadad (deputi gubernur) dan Miranda S. Goeltom (deputi gubernur senior). Mereka direpresentasikan sebagai calon internal BI, seperti yang diinginkan sebagian politisi Senayan.
Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Harry Azhar Azis mengatakan, kendati dicalonkan sebagai deputi gubernur BI, Hartadi masih mungkin dicalonkan menjadi gubernur BI. Namun, secara etika menjadi kurang tepat jika dia dicalonkan di dua jabatan berbeda. "Nanti kesannya main-main," kata Harry.
Dia mengatakan, karena jabatan gubernur BI yang dijabat Burhanuddin Abdullah berakhir lebih dulu, yakni Mei, agenda mengisi jabatan gubernur menjadi prioritas. "Kalau Pak Hartadi kan selesai Juni," kata Harry
JAKARTA - Di tengah ketegangan presiden dengan DPR dalam pencalonan gubernur Bank Indonesia, Wakil Presiden Jusuf Kalla membuat langkah mengejutkan. RI-2 itu meneken pencalonan deputi gubernur BI yang diajukan ke parlemen. Hal itu tak lazim karena pengajuan nama calon di pos tersebut adalah wewenang presiden.
Posisi deputi gubernur yang diajukan itu untuk menggantikan posisi Hartadi A. Sarwono yang berakhir Juni mendatang. Dalam surat Kalla, Hartadi sendiri kembali dicalonkan. Calon lain adalah Direktur Eksekutif Dana Moneter Internasional (IMF) -wakil dari BI- Perry Warjiyo.
Surat pencalonan yang diteken Wapres itu kali pertama terjadi dalam hubungan antarlembaga kepresidenan dan DPR. Surat Kalla tersebut berpotensi menimbulkan ketegangan baru antara DPR dan Istana. Sebagian anggota DPR mempertanyakan wewenang wakil presiden. Sebab, berdasarkan UU yang berhak meneken adalah presiden.
Anggota Komisi XI Andi Rahmat mengaku sedang mempelajari pencalonan Hartadi dan Perry. Andi yang berasal dari FPKS itu menilai pencalonan tersebut menyalahi ketentuan tata hubungan antarlembaga negara. Dia melihat inilah kali pertama dalam sejarah, surat pencalonan deputi gubernur BI ditandatangani Wapres.
"Ini aneh sekali dan akan menjadi preseden tidak baik di masa mendatang. Wapres tidak bisa mengirim surat kepada DPR, kecuali mungkin terdapat Inpres atau Ampres," kata Andi.
Dia berharap pemerintah memperhatikan persoalan teknis, tapi berdampak fundamental dalam sistem kenegaraan. Dia mencontohkan akan terjadi kekacauan pemerintahan jika pencalonan seorang panglima TNI ditandatangani Wapres.
Menurut Andi, tidak ada satu pun ketentuan di dalam undang-undang yang membolehkan pengajuan calon deputi gubernur maupun gubernur oleh selain presiden. Kalaupun persiden berhalangan sementara atau berhalangan tetap, lanjut dia, tetap harus ada penetapan prosedur pelimpahan. "Namun, ini tidak ada," cetus Andi.
Saat surat dikirimkan dan diterima paripurna DPR, presiden memang sedang dalam rangkaian lawatan ke Iran, Afsel, Dubai, dan Senegal. Andi mengatakan, surat yang ditandatangani Wapres tersebut ditembuskan kepada presiden RI. "Jadi, ini yang janggal," katanya.
Wakil Ketua Komisi XI Endin J. Soefihara dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (FPPP) membenarkan bahwa pencalonan deputi gubernur BI ditandatangani Wapres. "Menurut ketentuan UU No 3/2004 tentang BI pasal 41 ayat 2, deputi gubernur diusulkan presiden berdasarkan rekomendasi gubernur," kata Endin.
Sebelum SBY ke LN
Kabar yang beredar di Istana Wakil Presiden menyebutkan, pengajuan dua nama calon deputi gubernur BI diputuskan sebelum Presiden Susilo Bambang Yudhoyono berangkat ke sejumlah negara pekan lalu. Namun, administrasinya baru selesai dilakukan ketika presiden tengah berada di luar negeri.
"Karena UU Bank Indonesia mensyaratkan presiden wajib mengajukan nama calon deputi gubernur maksimal tiga bulan sebelum masa jabatan pejabat lama habis, wakil presiden yang menandatangani surat pengajuan ke DPR," ujar sumber itu.
Alasan tersebut memang cukup wajar. Pasalnya, masa jabatan Deputi Gubernur BI Hartadi A. Sarwono berakhir pada Juni 2008. Sesuai ketentuan UU Bank Indonesia, pemerintah harus mengajukan nama ke DPR paling lambat tiga bulan sebelumnya, atau pada rapat Paripurna DPR Maret 2008.
"Secara kenegaraan juga tidak salah. Sebab, sebelum berangkat ke luar negeri, presiden sebagaimana lazimnya aturan protokoler kenegaraan, telah menandatangani penyerahan kekuasaan eksekutif kepada wakil presiden," terangnya.
Meski demikian, sumber internal tersebut membantah bahwa surat yang dikirimkan Kalla ke DPR merupakan surat keputusan wakil presiden. Pasalnya, surat keputusan wakil presiden tidak dikenal dalam hierarki aturan hukum di Indonesia.
Pada awal masa jabatannya, Kalla memang sempat mengeluarkan surat keputusan wakil presiden/ketua Bakornas Penanggulangan Bencana dan Pengungsi. Surat itu diterbitkan untuk mempercepat penyaluran bantuan kepada korban tsunami di Aceh. Namun, surat tersebut lantas ditarik kembali karena aturan kenegaraan menyatakan wakil presiden tidak berhak menerbitkan surat keputusan.
Pada 2006, pemerintah juga membuat blunder dalam hal surat-menyurat dengan DPR. Ketika itu Menkeu mengirim surat tentang perubahan RUU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP) kepada DPR. Surat Menkeu ditolak DPR karena seorang menteri dianggap tidak layak mengubah surat (RUU) yang sebelumnya dikirim presiden. Setelah terjadi polemik berkepanjangan, presiden akhirnya menarik surat Menkeu tersebut.
Tutup Peluang Cagub BI?
Dengan pencalonan kembali sebagai deputi gubernur, peluang Hartadi menjadi gubernur BI tipis. Sebab, sulit bagi presiden mencalonkan satu nama di posisi berbeda dalam waktu hampir bersamaan. Surat pencalonan Hartadi dan Perry sudah dibacakan di Paripurna DPR Selasa (18/3) lalu.
"Hampir tidak mungkin Hartadi dicalonkan sebagai gubernur BI karena tidak bisa dicalonkan dalam dua jabatan sekaligus," komentar Andi Rahmat tentang posisi Hartadi.
Setelah DPR menolak pencalonan Agus Martowardojo dan Raden Pardede, Hartadi menguat menjadi kandidat gubernur BI. Nama lain adalah Muliaman D. Hadad (deputi gubernur) dan Miranda S. Goeltom (deputi gubernur senior). Mereka direpresentasikan sebagai calon internal BI, seperti yang diinginkan sebagian politisi Senayan.
Anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Golkar (FPG) Harry Azhar Azis mengatakan, kendati dicalonkan sebagai deputi gubernur BI, Hartadi masih mungkin dicalonkan menjadi gubernur BI. Namun, secara etika menjadi kurang tepat jika dia dicalonkan di dua jabatan berbeda. "Nanti kesannya main-main," kata Harry.
Dia mengatakan, karena jabatan gubernur BI yang dijabat Burhanuddin Abdullah berakhir lebih dulu, yakni Mei, agenda mengisi jabatan gubernur menjadi prioritas. "Kalau Pak Hartadi kan selesai Juni," kata Harry